Jumat, 18 Desember 2009

who care......

2
Sore hari, hujan.
Petang, Gerimis
Malam, tetap gerimis
Larut malam kira-kira diatas jam 10 malam—aku kelaparan.

“Enak ya JombLoO”, kata temanku yang sudah punya pacar/ sudah menikah. Bisa keluar malam atau gak pulang, bisa melakukan apapun secara bebas. Batinku: enak aja, siapa yang peduli malam-malam gini aku kelaparan?
Nasi goreng. Cuma itu saja yang kutemukan di daerah tempatku tinggal. Sembari menunggu pesananku kuutak-atik HP. Biasa kerjaan pengisi waktu tenggang yang mempunyai efek multideminsial—gaya, terlihat mobile, dan jadi sarang keirian. Semacam kecenderungan untuk terlihat berbeda atau merasa diri seolah lebih dari yang lain. Mencek kembali sms yang masuk, masih sekitar urusan kerjaan dan urusan remeh temeh seperti:

Pengirim: bAtU cOMP
Pamerannya udah slese, kalo Udah laporannya ya.
Pengirim: sIbuK MaIND
MAS KAPAN PROGRAMNYA BISA DITERAPKAN, APA MASIH KURANG LAMA LAGI.
(Serius hurufnya ditulis besar-besar)
Pengirim: my. SistEr
DE, nt sore antarin aQ bLanja ke Mntri ya…., Jng Lupa
Pengirim: iNdrA
pLonD, gamex kok ngadat lg. kmrn km instalx gmn sih?
Pengirim; Gak Jelas
Makan PiZza d’pranciZ smbl dngr lagu rOmantiZ Bukn mo sOk puitiZ or dramaTiZ tapi Ma,af Q yg Mniz cm pngEn bagi SMS gratiZ kn sYg klo smpai g’abiZ..(“,)he_he_
Dan masih banyak lagi…

Kucek juga telpon yang masuk dan yang keluar. Ada nomor yang tak dikenali phone bookku. ‘sepertinya nomor ini… ah yang jelas kemaren yang ngangkat cewek’. Jari tangan mulai berjingkrak di atas tuts-tuts HP, nulis sms:

Kepada: 085649306xxx
Ni Novii ya? Gmn kbrnya? Msh di B? Harry
Massage sent
Dilevered

Nasi gorengku sudah jadi. Dari sendokkan pertama, jujur rasanya agak aneh, rasa yang paling aku benci, paling aku takuti, dan semoga harganya akan naik terus. Sendokan kelima bibirku bibirku sudah mendesis.
“Pak ada air putih?”
“Wah, udah habis mas?” jawab yang masak cuek.
Sendokan ketujuh, aku menaruhnya. Langsung membayarnya, kuingat wajah dan gerobak jualannya dan mungkin mengingat beberapa detail ornamen yang lain. Sambil berdoa takkan bertemu lagi dan mengumpat. HP kucek lagi, tak ada balasan. Kulihat jam, jam 12 dini hari lebih lagi. Pengen sih telpon, tapi pertama perfomanceku lagi kurang bagus dan yang kedua biasalah beda operator.
Kau tahu kan angin malam setelah turun hujan dan bayangkan kamu keluar rumah tanpa persiapan khusus—maksudnya hanya memakai kaos tipis dan celana tiga perempat. Aku pulang mengendarai motor dengan sangat pelan dan muncul gambaran temanku yang sudah punya pacar/ sudah menikah. Jika kami bertemu aku pasti takkan sungkan lagi ngomong
“Kalo sudah seperti ini siapa yang peduli!!!!!!!!”

Rabu, 16 Desember 2009

Kutukan....

1
Pulang kerja kadang setiap orang punya aktivitasnya sendiri. Melepas capek, bertemu lagi dengan orang-orang yang mereka cintai, ngitung uang, mengumpat, tidur, dan bingung. Ya, aku selalu bingung menentukan apa yang aku lakukan setelah pulang. Seolah setelah kerja aku tak punya arti lagi. Sebenarnya tak sepuitis itu, hanya saja tak ada kegiatan lain. Kadang kupikir diriku takut dengan keramaian, maka aku sering memanfaatkan fasilitas computer yang biasanya kugunakan main game.
Atau tiduran dengan membaca buku, smsan dan mendengarkan music. Lebih tepatnya aku mendengarkan Radio, kotak sampah—walaupun tak semuanya—yang kupakai untuk menghalau suara televisi. Kuanggap sebagai kutukan adalah memiliki Angga (keponakanku yang masih berumur 5 tahunan) yang punya hoby menonton sinetron Indonesia yang menceritakan tentang legenda/ mitos/ fabel terjadinya asal-usul suatu tempat di negara ini dengan aktor atau artis yang sama, dunia perfilman indonesia memang sudah jatuh melarat gimana nggak film dengan judul, A, B, C atau apalah aktor atau artisnya sama saja hanya berubah peran sebagai siapa dalam film itu, dan yang paling buat jengkel adalah hari ini film A diputar besok mungkin waktunya yang agak berubah maju/ mundur film dengan judul A sama persis diputar lagi “pegel dech….!!” Ditambah adekku selalu nonton dengan volume suara yang menyamai sorak suporter sepakbola.
“Ngga, pa gak ada lagi film yang lain?” kuambil remote
“Eh, Om jangan dipindah. Filmnya bagus” merebut lagi remote
”Aku duluan yang nonton”
“DE ngalah sama adekmu, begitu Bundaku selalu membela ANGGA”
“Huhhh…. nyebelin” Biasanya aku langsung beranjak keluar rumah atau mengeraskan suara radio lagi jika tak ada mood keluar. Hanya keluargaku saja yang bisa membayangkan betapa bisingnya rumahku. Jika seperti itu mungkin Angga berpikir kutukan sebagai keponakan adalah punya OM seperti aku.

One Word

aQ takut… aQ takut… aQ masih saja merasa takut… aQ cemas… aQ bingun… aQ ragu… aQ masih saja merasakan ketakutan, keraguan, kebingungan yang melanda hatiku setelah apa yang kau katakan padaku malam itu…. Telah aQ taburkan benih2 rasa hatiQ dalam kebun perasaanmu. Kini aQ menyapamu lewat sepatah kata dari bahasa jiwaQ dan aQ serahkan semua padamu karena satu kata dari bibirmu akan membuatQ bahagia atau sebaliknya