7
Handphoneku berbunyi,“Assalamuallaikum” bukan jawaban yang kudengar tapi tangis lirih. Kulihat siapa yang menelpon, aku berpikir sekian detik lalu aku rekatkan lagi handphoneku ke telinga.
“Hallo, De disitu kan?’ jawabnya agak khawatir.
“huuM”. Isyak lagi, sekarang disertai senggukan.
Nadanya rendah, sampai aku harus melekatkan handphoneku cukup dalam ke telingaku. Suaranya terputus-putus berebut dengan tangisnya. Setelah beberapa saat menunggu isyaknya mereda, aku memintanya untuk menjelaskan apa yang terjadi.
“De aku baru putus” suara isyaknya keras lagi. Jeda sesaat, entah apa yang melintas di hatiku dan agaknya masih luput dari nalarku bahwa aku merasa ada angin lewat didadaku.
“emM maksudnya‘putus’?”. menyakinkan telingaku.,
“Aku ditinggal dia DE, dia memutusku tadi sore”,aku tanya alasannya
“Dia mencintai wanita lain de”, aku tersenyum.
“Tapi kukatakan ke dia bahwa aku tidak mau diputus, aku udah sayang banget ke dia ” kali ini jidatku mengernyit.
Dia masih menangis, terputus-putus suaranya. Kenapa orang yang dilanda asmara atau cinta sampai begitu bodohnya? Bahkan tanpa peduli apa yang dilakukannya, herannya sebenarnya mereka tahu. Apa ini yang namanya hubungan yang sulit diukur untung ruginya. Atau cinta punya logika sendiri, sampai pertimbangan akalpun tak memiliki arti. Mungkin ada benarnya ungkapan bahwa pikiranlah yang memberi jalan tapi hatilah yang berdaulat. Cinta memperlihatkan sesuatu yang indah tapi kurang memberi kewaspadaan akan derita dan seolah selalu mempunyai arti karena kita bisa memiliki tapi tak pernah mengajarkan apa arti kehilangan.
Entah handphone atau telingaku yang panas, rupanya dia menelpon cukup lama. Masih dengan isyaknya dan cerita lelaki yang baru meninggalkannya. Itu lebih baik, melihat sisi positif dari teknologi yang ada bahwa dia tak perlu bertindak repot-repot untuk keluar malam dan mencari seseorang yang mau mendengarnya. Apakah dia akan mencariku? Aku senyum sendiri..