Sabtu, 27 Februari 2010

Unspoken Words

7
Handphoneku berbunyi,
“Assalamuallaikum” bukan jawaban yang kudengar tapi tangis lirih. Kulihat siapa yang menelpon, aku berpikir sekian detik lalu aku rekatkan lagi handphoneku ke telinga.
“Hallo, De disitu kan?’ jawabnya agak khawatir.
“huuM”. Isyak lagi, sekarang disertai senggukan.
Nadanya rendah, sampai aku harus melekatkan handphoneku cukup dalam ke telingaku. Suaranya terputus-putus berebut dengan tangisnya. Setelah beberapa saat menunggu isyaknya mereda, aku memintanya untuk menjelaskan apa yang terjadi.
“De aku baru putus” suara isyaknya keras lagi. Jeda sesaat, entah apa yang melintas di hatiku dan agaknya masih luput dari nalarku bahwa aku merasa ada angin lewat didadaku.
“emM maksudnya‘putus’?”. menyakinkan telingaku.,
“Aku ditinggal dia DE, dia memutusku tadi sore”,aku tanya alasannya
“Dia mencintai wanita lain de”, aku tersenyum.
“Tapi kukatakan ke dia bahwa aku tidak mau diputus, aku udah sayang banget ke dia ” kali ini jidatku mengernyit.
Dia masih menangis, terputus-putus suaranya. Kenapa orang yang dilanda asmara atau cinta sampai begitu bodohnya? Bahkan tanpa peduli apa yang dilakukannya, herannya sebenarnya mereka tahu. Apa ini yang namanya hubungan yang sulit diukur untung ruginya. Atau cinta punya logika sendiri, sampai pertimbangan akalpun tak memiliki arti. Mungkin ada benarnya ungkapan bahwa pikiranlah yang memberi jalan tapi hatilah yang berdaulat. Cinta memperlihatkan sesuatu yang indah tapi kurang memberi kewaspadaan akan derita dan seolah selalu mempunyai arti karena kita bisa memiliki tapi tak pernah mengajarkan apa arti kehilangan.
Entah handphone atau telingaku yang panas, rupanya dia menelpon cukup lama. Masih dengan isyaknya dan cerita lelaki yang baru meninggalkannya. Itu lebih baik, melihat sisi positif dari teknologi yang ada bahwa dia tak perlu bertindak repot-repot untuk keluar malam dan mencari seseorang yang mau mendengarnya. Apakah dia akan mencariku? Aku senyum sendiri..

Kamis, 18 Februari 2010

Jangan Dekat Dekat Orang Patah Hati

6
Ini bukan provokasi agar anda menjauhi teman, sahabat atau siapapun yang sedang patah hati. Saya paham bahwa nilai persahabatan adalah dalam kondisi apapun anda harus menghadapi bersama. Ini hanya sebuah saran agar anda yang belum siap menjadi “tong sampah” dan saran-saran anda hanya dianggap merpati yang hinggap sebentar.
Anda pasti bertanya kenapa bisa begitu dan bukankah sudah wajar untuk menjadi pendengar yang baik untuk teman kita? Ya itu benar karena bisa membantu mereka yang patah hati untuk mengempiskan bebannya. Cuma yang meyebalkan, energi yang anda keluarkan untuk memikirkan masalah teman anda akan terbuang percuma. Karena mereka sendiri tahu solusinya tapi berat untuk melakukannya. Bukankah berlaku benar itu sulit dan menerima kebenaran itu pahit?

Selasa, 09 Februari 2010

Jika Tuhan Bisa Ngomong (If the GOD can say to we so clear)

5

    Jika Doel Sumbang mengandaikan bulan bisa ngomong  karena dapat mengungkapkan isi hatinya. Maka tak ada salahnya saya mengandaikan Tuhan bisa ngomong. Yang jelas para alim ulama dan ahli fiqh, tafsir, dll yang kebakaran jenggot karena tidak ada kerjaan untuk mereka lagi. Jadi kita lebih tenang karena kebenaran itu kita terima langsung dari sumbernya.
    Perang antar mazhab atau orang yang merasa ajarannya paling benar dan kebiasaanya mengklaim kafir orang lain tidak memiliki arti lagi. Atau orang yang diklaim teroris atau golongan keras itu tak perlu membunuh orang lagi untuk menegakkan apa yang mereka anggap benar. Bukankah sumber kebenaran itu ngomong sendiri.
    Aliran baru yang baru berkembang sekarang ini yang memanfaatkan kebodohan orang fanatik untuk meraup uang jika menjadi member mereka tidak akan muncul. Jadi tak perlu ada lagi orang tua yang kehilangan anaknya lagi atau bertingkah aneh-aneh lagi.
    Kita bisa melihat mana penjilat mana yang beneran memang dekat dengan tuhan. Bukankah sekarang banyak pengkhotbah yang berbicara seolah dia kenal Tuhan dan pernah mampir ke nerakanya dan mengintip surganya.
    Para penulis buku-buku agama harus menulis buku lain dan jika masih ingin mempertahankan profesinya itu maka tulisannya harus berkualitas. Tidak hanya asal mengutip ayat-ayat kitab suci tapi juga harus hati-hati untuk menafsirknnya karena penulisnya bisa langsung komplain ke penafsirnya. Bukan perkara mudah rupanya untuk mempertahankan kredibilitas.
    Para pembuat sinetron dan program-program religius harus berubah orientasinya karena jika tidak pasti sudah jadi bahan tertawaan atau hujatan. Banyak masalah-masalah sosial yang harus mereka angkat karena kebutuhan ruhani masyarakat sudah terpenuhi dan kebutuhan untuk ibadah sosiallah yang akan menjadi tren.
    Anggaran keamanan untuk membeli senjata dan dinas kemiliteran dianggap sebagai pemborosan karena siapa yang mau berperang jika penguasa seluruh jagad raya sudah ngomong. Lebih baik jika anggaran itu dimanfaatkan untuk mendanai pendidikan dan program ekonomi pengentasan kemiskinan.
    Para pemimpin negeri akan lebih jujur dan hati-hati dalam mengemban tugas kepemimpinannya. Kontrol moral itu sudah ada atau paling tidak jika mereka harus bersih. Masyarakat bukan rakyat yang bisa dibodohi dengan janji-janji politik.
   
    Tapi semua itu bisa terjadi bila Tuhan bisa ngomong…..